Pukul 19.00 WITA, malam pembukaan Makassar Biennale (MB) 2021 “Maritim: Sekapur Sirih” terasa semakin hangat dan dekat. Tamu undangan komunitas dan pengunjung semakin bertambah, berdatangan, bertemu, berbagi cerita, dan berkumpul meskipun tetap harus menjaga jarak sesuai protokol kesehatan. Sembari seniman bersiap-siap untuk tampil, pengunjung yang semakin padat pun berpindah-pindah mencari tempat dan posisi nyaman mereka.
Setelah jeda sejenak, acara pembukaan kembali dilanjutkan dengan menyuguhkan seni performans karya kolaborasi Rachmat Hidayat Mustamin dan Deli Luhukay dengan judul “Revisi Memori, Batu-Batu, dan Bayang-Bayang”.
Rachmat adalah seorang seniman performans, sutradara, penulis, dan penyair. Karya-karyanya melintasi berbagai medium berupa puisi, film dan performans. Dan Deli adalah seorang seniman visual. Mereka mengatakan bahwa MB menjadi ruang bagi mereka untuk kali pertama berkolaborasi dalam sebuah karya performans, dan mereka menciptakan karya ini sebagai cara untuk bersenang-senang.
“Revisi Memori, Batu-Batu, dan Bayang-Bayang” hendak menyikapi ulang makna hidup atas hari nanti. Performans ini merupakan penggalan-pengalaman manusia tentang proses merelakan diri atas momen-momen dan kondisi tertentu sepanjang hayat. Merujuk pada subtema Makassar Biennale 2021, Sekapur Sirih, performans ini menjadikan proses pemulihan diri sendiri sebagai sikap yang dilakoni setiap hari terutama merawat hubungan dengan diri sendiri, antara manusia serta manusia dengan pencipta.
Dengan menghadirkan tubuh, gerak, dan visual, karya performans ini menemui penontonnya dengan pengalaman yang berbeda-beda. Salah seorang pengunjung yang baru pertama kali menyaksikan karya performans, Adi, mengatakan bahwa pertunjukan ini sangat bagus meskipun ia harus berusaha meraba-raba pesan dari setiap gerak tubuh Rachmat dan visual yang ditampilkan Deli.
Berbeda dengan pengunjung lainnya, Amy yang bertindak sebagai MC pembukaan MB 2021 juga menyampaikan kesannya setelah menyaksikan performans ini, mengatakan, ketika melihat Rachmat bergerak maju dan mengusapkan minyak kelapa ke telapak tangannya, ia memahami gerak itu sebagai laku pengobatan yang biasa dilakukan warga.
Meskipun hanya berlangsung sekitar 20-30 menit di halaman depan Kampung Buku, namun karya performans ini sangat berkesan dan mampu memperkaya imajinasi dan perspektif para penonton. Singkat dan melekat.[]
Abd. Wahab, tim kerja Makassar Biennale 2021 – Makassar