Makanan Sebagai Obat: Wicara Seniman dan Lokakarya Membuat Flu Shot bersama Ekbess

“Setiap orang memiliki hak untuk memilih jenis obat-obatan yang ingin mereka konsumsi,” kata Ekbess, pada Wicara Seniman Residensi dan Lokakarya Membuat Flu Shot bersama Ekbess di Kampung Buku, pada hari ke sepuluh perhelatan Makassar Biennale (MB) Makassar 2021.

Eka Wulandari atau yang lebih akrab disapa Ekbess, adalah salah satu dari 3 seniman perempuan—pemilihan 3 perempuan seniman muda ini adalah upaya yang dilakukan MB untuk menciptakan ekosistem seni rupa yang berpegang pada kesetaraan dan keberlanjutan—yang mengikuti program residensi seniman MB 2021. 

Agenda wicara seniman ini dimulai dengan pertanyaan dari Aziziah Diah Aprilya selaku moderator, kepada Fitriani A. Dalay sebagai kurator MB tahun ini, mengenai alasannya memilih Ekbess untuk mengikuti program residensi seniman MB Makassar 2021. Katanya, alasan memilih Ekbess sebagai salah satu seniman residensi adalah latar belakang aktivitasnya sebagai crafter, penelitian yang pernah ia lakukan mengenai pengobatan tradisional, dan juga kemampuannya secara manajemen. 

Ketika ditanya kenapa ia menerima ajakan untuk menjadi seniman residensi, Ekbess mengatakan, selain tertarik dengan subtema Sekapur Sirih yang diusung MB pada tahun ini, juga karena MB dan kurator memberikan ruang kepadanya untuk berbagi pengalamannya mengenai hasil-hasil riset pengobatan tradisional yang pernah ia lakukan dan memilih medium stop motion, salah satu medium pengkaryaan yang akhir-akhir ini sangat ia senangi sekaligus sebagai cara yang menarik untuk berbagi hasil risetnya ke dalam dunia seni rupa.

Pada agenda wicara seniman ini, Ekbess berbagi mengenai gagasan dan hasil riset di balik karyanya. Ia juga menceritakan bagaimana ia memaknai dan merujuk pada subtema Sekapur Sirih untuk menciptakan karya, serta bagaimana proses interaksinya dengan kurator yang meyakinkan dia untuk membuat karya seni video, yaitu video stop motion dan juga karya instalasi meja makan yang diberi judul “Tragedi Meja Makan”.  

Yang menarik dari karya Ekbess, gagasan di balik karyanya berangkat dari hal-hal kecil yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, yaitu makanan. Makanan, katanya adalah sumber dari penyakit sekaligus obat dari penyakit itu sendiri. Hal ini ia dapatkan—dan menurutnya menjadi tamparan keras baginya dan kepada kita semua bahwa beragam penyakit yang kita alami disebabkan oleh makanan kita sendiri—setelah ia bertemu dengan dua orang narasumber penelitiannya. 

Kedua narasumber penelitiannya kini memilih dan mendalami metode pengobatan Naturopati. Metode pengobatan ini adalah salah satu dari beragam metode pengobatan yang berkembang selain pengobatan medis. Menurutnya, naturopati tidak sekadar menghentikan gejala penyakit tetapi dapat menyembuhkan sampai pada mencari akar penyebab dari penyakit yang dialami. 

Dari hasil risetnya dan pengalaman dari kedua narasumbernya, metode pengobatan ini memberikan dampak dan pengaruh yang baik bagi kesehatan mereka. Meski begitu, metode pengobatan ini tidak dapat begitu saja diterapkan pada pengguna yang lain. Sebab, pasien sebaiknya mengetahui terlebih dahulu jenis penyakit yang dialami dan jenis pengobatan yang mereka butuhkan. Metode pengobatan naturopati, menyesuaikan pada kemampuan tubuh pasien untuk menerima bahan-bahan yang digunakan.

Pada dasarnya, metode pengobatan naturopati lebih menekankan pada makanan yang masuk ke dalam tubuh, dan akarnya pada pencernaan. Meskipun tubuh punya kemampuan untuk menyembuhkan diri sendiri, tetapi pengaruh pola hidup, pola makanan, dan bahkan jenis makanan yang dikonsumsi, memberi pengaruh yang besar dalam proses menciptakan penyakit sekaligus proses pemulihan diri.

Hal-hal seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral, yang dibutuhkan tubuh untuk menyembuhkan diri, bisa didapatkan dari tanaman-tumbuhan di sekitar kita. Bahkan setelah mengalami metode pengobatan ini, narasumber penelitian Ekbess dan bahkan Ekbess sendiri, mulai memperhatikan pola hidup, pola makan, dan juga jenis-jenis makan yang ia konsumsi. Menurut pengakuan narasumbernya, hal terbaik yang mereka dapatkan adalah mereka punya kesadaran terhadap makanan, dan bahkan menggerakkan mereka untuk menanam dan menumbuhkan makanan mereka sendiri. 

Setelah berlangsung selama hampir dua jam, digelar secara luring dan daring melalui live Youtube, agenda wicara seniman ini kemudian dihentikan sementara untuk istirahat maghrib. Setelah itu, kemudian dilanjutkan dengan lokakarya membuat Flu Shot. 

Flu Shot adalah minuman anti-inflamasi yang bahan-bahannya dapat ditemukan di sekitar kita karena berasal dari tumbuhan-tanaman dan rempah-rempah. Bahan-bahan ini, misalnya yang digunakan pada lokakarya ini: jahe, kunyit, apel, jeruk, kencur, dan lada hitam, kemudian diolah dan dihaluskan menggunakan blender menjadi minuman berserat. Katanya, minuman ini bermanfaat untuk mencegah flu ketika kita sudah mulai menyadari gejalanya. Waktu terbaik untuk menikmati Flu Shot adalah pada pagi hari sebelum sarapan.

 Lokakarya ini berlangsung menyenangkan. Para peserta yang hadir ikut serta bersama fasilitator membuat Flu Shot. Bagian paling menyenangkan, tentu saja, setiap peserta mendapat kesempatan berinteraksi langsung dengan fasilitator. Tepatnya pukul 22.00 WITA, seluruh rangkaian wicara seniman dan lokakarya ini berakhir dengan menikmati Flu Shot bersama-sama.[]

Abd. Wahab, Tim Makassar Biennale 2021

Bagikan:
Pin Share

Tinggalkan Balasan