Saya Manashree Krishnan, yang biasa dipanggil Mana, mahasiswa di National University Singapura (NUS) yang tertarik soal pemecahan masalah dan keberlanjutan. Pada tahun 2025, saya melakukan perjalanan selama sebulan ke Makassar, di mana saya menyaksikan langsung bagaimana polusi plastik tetap menjadi tantangan yang terus berkembang dan terlihat di berbagai ruang hidup sehari-hari. Keberadaan polusi plastik tidak mungkin diabaikan, terutama di sepanjang perairan yang kami lihat.
Tapi, di samping masalah tersebut, saya juga melihat sesuatu yang sangat menginspirasi. Itu adalah semangat orang-orang yang mewujudkan rasa kebersamaan yang mendalam. Ada inovasi dan ketahanan yang tertanam dalam keseharian, bukan lewat sistem besar, tetapi melalui orang-orang dan budaya.
Majalah ini merefleksikan semangat itu. Terbitan ini pun tidak dimaksudkan sebagai buku panduan solusi atau polesan laporan akademis. Sebaliknya, ini berupaya untuk memperluas perspektif, menghargai pengetahuan lokal, dan merayakan kekuatan bercerita dalam komunitas.
Untuk mewujudkan visi ini, saya hubungi profesor saya, Dr. Ryan Tan, dan berbagi ide untuk membuat majalah komunitas bekerja sama dengan Tanahindie. Dia dukung dan mendorong saya untuk menghubungi Pak Jimpe untuk mengeksplorasi ide ini lebih lanjut.
Saya lalu menulis surat kepada Pak Jimpe, setengah gugup, setengah berharap untuk menyampaikan ide ini. Saya sangat gembira ketika ia menyambut ide ini. Yang terjadi selanjutnya adalah serangkaian kolaborasi.
Ia lalu menghubungkan saya dengan empat peneliti luar biasa: Inayah, Irma, Wanda, dan Habibah. Mereka membimbing penelitian lapangan dan membantu saya memahami perspektif masyarakat dengan cara yang tidak mungkin saya lakukan sendiri. Kemudian datang Isobel, yang saya temui selama kunjungan ke Makassar, yang menambah nilai majalah dengan ilustrasi-ilustrasinya yang indah.
Prosesnya sendiri butuh sekisar empat bulan untuk menyusun struktur, mendesain, menulis, mengedit, dan mengkurasi, meskipun idenya telah terbentuk dalam pikiran saya selama hampir enam bulan. Ini adalah perjalanan yang menggabungkan kerja individu dan upaya kolektif, dan saya berterima kasih kepada setiap orang yang telah menyumbangkan waktu dan suara mereka untuk proyek ini.
Jika majalah ini dapat memicu satu percakapan, satu ide, satu kolaborasi, atau satu momen refleksi yang berubah menjadi tindakan, maka tujuannya sudah terpenuhi.
Ini baru edisi pertama. Harapan saya adalah setiap dua tahun sekali, bersamaan dengan Wallacea Biennale, akan muncul volume baru. Masing-masing mengeksplorasi tantangan ekonomi yang berbeda di Makassar, masing-masing ditulis oleh komunitasnya sendiri. Dan mungkin, dengan setiap edisi, Makassar semakin dekat dengan masa depan yang lebih bersih dan lebih baik yang layak diterima oleh penghuninya.
Silakan unduh arsip majalah ini lewat tautan berikut: https://s.id/SampahMakassar
:: Manashree Krishnan, mahasiswa National University of Singapore.

Tinggalkan Balasan