OPPO Art Jakarta Virtual 2020

The vibrant art scene returns in a new form.
Art Jakarta Virtual Session 1 will be held 19 October — 15 December 2020.

Pada penyelenggaraan Art Jakarta Virtual 2020, Makassar Biennale (MB) ikut berpartisipasi menampilkan karya-karya seniman berbeda di setiap bulannya. Pada bulan pertama, MB akan menampilkan karya 3 seniman, yakni Citra Sasmita, Firman Djamil, dan Muhlis Lugis, mulai 19 Oktober – 15 November 2020.

Berikut karya 3 seniman Makassar Biennale yang berpameran di OPPO Art Jakarta Virtual 2020:

1. Citra Sasmita

Study Sketch Timur Project I, 2020
Ink on paper
30 x 43 cm
Study Sketch Timur Project II, 2020
Ink on paper
30 x 43 cm

Dalam seri karya Timur Merah Project, Citra melakukan penelusuran terhadap sejumlah narasi klasik yang ada di Bali, salah satunya adalah kisah tantri yang menggunakan metafora satwa sebagai analogi dari sifat dan perilaku manusia. Di dalam masyarakat, kisah ini telah diwariskan secara turun temurun selayaknya dongeng atau fabel. Di dalamnya kita akan menemukan berbagai cerita tentang kehidupan satwa yang menjadi refleksi permasalahan kehidupan manusia seperti ajaran kebijaksanaan, kepemimpinan, serta simbolisasi dari problematika historis masyarakat.

Kedua karya ini merupakan sketsa studi dari proses eksplorasi yang Citra lakukan dalam mengembangkan visual dan karakter yang diangkat dari kisah-kisah tersebut, yang akan dikontekstualisasikan dengan narasi baru dalam seri karya Timur Merah Project yang Citra kerjakan.

Citra Sasmita adalah seniman kontemporer asal Bali yang karya-karyanya berfokus untuk menyikapi saling sengkarut mitos dan kesalahpahaman terhadap seni dan kebudayaan masyarakat Bali. Dia memfokuskan perhatiannya pada posisi perempuan dalam struktur sosial dan mencoba membalikkan konstruksi normatif terhadap gender.

2. Firman Djamil

Demokrasi dalam Botol, 2004
Ink on paper
54 x 38,3 cm
Uriner, 2010
Ink on Paper
59, 5 x 42 cm

Demokrasi dalam Botol

Demokrasi sebagai jalan bernegara untuk mencapai kesejahteraan dan ketentraman? Demokrasi dianalogikan sebagai suara Tuhan melalui pilihan suara kita. Para politisi ‘pilihan’ kita adalah manusia-manusia yang bersandiwara yang menyimpan kepalanya dalam botol-botol khamar. Mereka memerankan suara-suara tuhan palsu untuk dirinya sendiri tanpa malu berjalan di halaman-halaman rumah masyarakat yang termarjinalkan oleh demokrasi. Hedon, dungu, dan pura-pura cendekia.
Apakah demokrasi dalam botol adalah jalan buntu yang disandiwarakan oleh suara-suara kita?

Uriner

Karya ini menyuarakan tentang Papua. Budaya dan peradaban Pulau Cenderawasih mencapai puncak estetiknya melalui keragaman ukiran, patung-patung, serta tradisi kebudayaannya. Uriner sebagai metafor tangan-tangan asing datang mengacaukan dan menghancurkannya. Uriner hadir sebagai janji modernitas baru kepada masyarakat Papua yang ditawarkan tangan besar pengeksploitasi sumber daya mineralnya. Ini menjadi ironi, sebuah tawaran aneh, sebuah uriner, untuk masyarakat yang menggunakan koteka.

Dua karya yang dipamerkan dalam Art Jakarta Virtual 2020 adalah arsip drawing Firman kurun dekade awal 2000 dalam memandang fenomena-fenomena ekonomi politik yang masih berlangsung hingga sekarang. Kedua karya itu, seperti karya drawing lainnya, tumpuan inspirasinya berasal dari I La Galigo.

Firman Djamil
Karya-karya seniman kelahiran 1964 di Bukaka, Bone ini sejak dua puluhan tahun terakhir mewarnai seni lingkungan hidup dunia, dengan basis inspirasinya dari epos Bugis, I La Galigo. Beberapa karyanya dipresentasikan di forum-forum dan tersebar di antaranya Janggungbong Nature Art Park, Gongju (Korea Selatan), Mugla University Art Park (Turki), Summer Symposium in Lazarea, Summer Symposium in Sovata (Rumania), International Openair Art Expression (Tokyo), dan Earth Art (Kanada). Kini ia mengasuh lokakarya berkala, Timbuseng Rainy Art Workshop.

3. Muhlis Lugis

Bermain Kuda-Kuda, 2017
Woodcut on paper
120 x 100 cm
Penoda Keadilan, 2014
Woodcut on paper
125 x 125 cm

Bermain Kuda-Kuda

Sosok figur bertubuh gemuk sedang bermain kuda-kudaan menggambarkan sosok penguasa yang tidak memilki harga diri  dan bersikap hedon yang hanya mementingkan kepentinganya atau kesenanganya sendiri tanpa memedulikan kondisi di sekelilingnya sedang ada kehancuran.

Penoda Keadilan

Sosok figur yang memilki kekuatan kehilangan harga diri karena tanggung jawabnya terhadap keadilan tidak dapat dijaga hingga membuat dirnya terpenjara. Karya ini terinspirasi dari orang-orang yang diberikan tanggung jawab untuk menegakkan keadilan justru dia sendiri yang memperjualbelikan keadilan.

Muhlis Lugis adalah seniman yang tinggal dan bekerja di Makassar. Saat ini Muhlis tercatat sebagai dosen di Jurusan Seni Rupa, Universitas Negeri Makassar. Muhlis mulai dikenal dalam skena seni rupa di Indonesia setelah berhasil menjadi pemenang ketiga dalam Triennale Seni Grafis Indonesia V yang diselenggarakan oleh Bentara Budaya Jakarta.

Kunjungi booth Makassar Biennale di OPPO Art Jakarta Virtual 2020 melalui tautan www.artjakarta.com.

Kegiatan ini didukung oleh OPPO Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, MRA Media, dan ninjaxpress.

Bagikan:
Pin Share

Tinggalkan Balasan