Tulisan ini merupakan catatan reflektif Muh. Ilham Darwis atau Uwo ketika mengerjakan pameran arsip 80-an “Kawula Ria”. Menulis pengalaman personal juga adalah cara Uwo untuk menemukan gagasan pamerannya.
Musik
Kali pertama saya mendengarkan musik yaitu melalui Mama yang setiap pagi hari memutarkan kaset DVD. Kebiasaan Mama itu yang tanpa sadar mempengaruhi kesukaan musik saya. Kaset DVD yang Mama putar adalah musik Kenny Rogers dan Lionel Richie di tahun 1980-an. Sedangkan penyanyi Indonesia ada Ebiet G. Ade dan Rinto Harahap. Ada juga kaset kompilasi musik Romantic Love yang rutin diputar setiap minggu pagi hingga siang. Sewaktu SMP sudah menjadi rutinitas mendengarkan kaset sambil ikut menyanyi bersama Mama, kebetulan DVD video lagunya memiliki lirik. Melalui Mama, saya juga banyak diberitahu musisi Nasional tahun 80an seperti Andi Meriem Mattalatta, Chrisye, Utha Likumahuwa dan banyak lagi. Mungkin hampir semua musisi yang terkenal di Indonesia. Mama sering menyebutnya saat bercerita, Dia pernah berbicara mengenai kenangan kala mudanya sambil menghayal lalu bilang ke saya, “Mama dulu punya radio di kamar yang selalu Mama putar setiap hari”, kenangan yang tidak akan dilupanya.
Sekitar tahun 2008 saat kelas 5 SD, seorang tetangga saya di Kompleks IDI (Ikatan Dokter Indonesia)[1] membuka warung internet (warnet). Hari pertama buka, warnet tersebut menggratiskan sehari penuh, masing-masing 1 jam per orang. Itu adalah pertama kalinya saya menyentuh komputer. Memasuki masa SMP tentunya sudah tahu kegunaan internet seperti apa, meskipun saya jarang ke warnet. Pengetahuan tersebut saya dapatkan saat kelas 1 SMP melalui pelajaran TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi). Seiring berjalannya waktu, warnet menjadi semakin ramai oleh anak-anak sekitaran kompleks. Saya pun penasaran dan datang lagi main ke warnet. Akhirnya saya kecanduan dan hampir setiap hari setidaknya satu jam main di warnet. Banyak hal yang saya lakukan seperti menelusuri Google, membuka akun Facebook dan menonton Youtube. Main Facebook sambil mendengarkan musik lewat Youtube adalah hal yang selalu saya lakukan. Anak-anak yang lain juga seperti itu tapi sesuai dengan kesukaan musik mereka masing-masing. Namun, musik yang paling sering kami dengarkan bersama adalah daftar lagu dari operator warnet lagu dari Last Child, Vierra, dan Killing Me Inside. Daftar lagu-lagu ini belakangan dijuluki sebagai playlist warnet.[2]
Warnet pula kemudian yang menjadi tempat saya menemukan lagu-lagu baru. Pada suatu hari, Mama kehilangan kaset kompilasi romantisnya saat rumah sedang direnovasi. Bukan hanya Mama yang menyesal, saya pun merasa sangat menyesali kehilangan kaset itu. Lalu rasa rindu yang timbul akibat kehilangan kaset tersebut membuat saya mulai berpikir dan mengingat lagu apa saja yang ada di kaset itu. Tidak banyak lagu yang teringat hanya lagu “Lady” dan “Say You Say Me”. Kemudian, saya memutuskan untuk mencari lagu-lagu lainnya di warnet melalui Youtube dan akhirnya menemukan beberapa lagu. Waktu itu saya mengetikkan kata kunci “Song Romantic Love”. Memang ada beberapa lagu yang ketemu tetapi ada juga yang tidak. Ada satu lagu berbahasa asing yang terus teringat yang judulnya saya ketahui kemudian hari saat sudah kuliah. Lagu tersebut merupakan lagu berbahasa Jerman yang berjudul “Du Allein Kannst Mich Verstehen”.
Dari pencarian musik tersebut akhirnya melebar ke genre musik lain. Saya ingat punya saingan dalam mencari lagu-lagu classic rock untuk didengar melalui speaker warnet, namanya Safril. Dia satu tahun lebih tua dari saya dan dia juga yang pertama kali memutar lagu “Hey Jude” di warnet waktu itu. Ia sering memutar lagu yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Hal itu yang membuat saya selalu ingin mencari tahu lagu-lagu yang lebih lama dari yang Safril putar.
Selama SMP, saya lebih sering mendengar lagu-lagu glam metal tahun 1980an seperti Guns N Roses, Whitelion dan Firehouse. Lewat itu pula sepertinya algoritma Youtube saya memunculkan lagu-lagu tahun 1970 -1980an semua. Setelah itu saya menjadi lebih sering membaca sejarah band-band melalui Internet. Pernah juga sekali waktu saya menulis kata kunci di pencarian Google “100 lagu terbaik sepanjang masa” lalu muncul juga 500 lagu terbaik versi Rolling Stones. Lewat tautan tersebut saya menikmati satu-persatu lagu lagunya. Saat itu saya merasa mendapatkan sumber informasi musik yang bisa di andalkan.
Masa SMK adalah kali pertama saya pergi menonton konser musik bersama teman kompleks. Kebetulan teman punya Saudara yang mengajar di tempat bimbingan belajar yang menyelenggarakan konser tersebut. Di situ pertama kalinya saya menonton artis nasional secara langsung. Banyak teman sekelas saya yang menyukai musik Punk dan Reggae. Dari situ saya juga mulai mendengarkan musik Punk baik dari luar maupun dalam negeri. Bersama teman kelas, ada banyak gigs punk yang kami datangi seperti Raw Is Rawa-Rawa, Malam Tanpa Bintang, dan banyak lagi sedangkan konser Reggae sering kami datangi di depan Gedung TVRI dan Lapbas (Lapangan Basket).
Tahun pertama masuk kuliah saya bergabung ke Komunitas Pencarter Roket Makassar yang merupakan Fanbase band Kelompok Penerbang Roket. Dari situ banyak orang baru yang saya temui. Dari teman ke teman berbagi informasi tentang musik. Setiap ada gigs di Makassar kami juga pergi bersama-sama. Mulai dari gigs punk, folk, dan yang paling ditunggu tiap tahunnya Rock in Celebes (RIC).
Fesyen dan Cakar
Ketika masih SMP kadang Kakak mengajak saya ikut ke Pasar Terong untuk membeli cakar (Cap karung)[3]. Saat itu Kakak membuat sebuah bisnis pakaian bekas yang diberi nama “ëpargne”. Baru setelah SMK saya mulai berani pergi sendiri karena sudah diberi tahu trik membeli cakar oleh Kakak. Meskipun waktu itu pakaian Distro berada di puncak popularitas dan hampir semua teman saya membeli pakaian baru dari Distro tetapi lebih suka memakai cakar karena harganya terjangkau buat anak sekolah seperti saya dan jarang ada samanya.
Sejak awal kuliah sampai sekarang sudah menjadi rutinitas bagi saya setiap minggunya pergi mencari cakar di Pasar Cidu dan Pasar Terong[4]. Selama pencarian setiap minggu pagi itu, saya selalu menemukan celana yang lebar di bawahnya (cutbray) dan cocok dengan apa yang dipakai oleh personil band tahun 1970-an yang saya dengarkan waktu itu. Saya pun membeli celana cutbray, lalu mengaplikasikan ke dalam cara berpakaian. Juga tiap datang ke gigs saya selalu memakai pakaian hasil dari cakar.
Saat awal kuliah saya mulai menjual celana cutbray. Kebanyakan waktu itu peminatnya kebanyakan mahasiswa. Saya menjualnya lewat Instagram pribadi lalu di tahun 2019 saya membuat Vinta_Get, akun Instagram khusus yang menjual pakaian bekas. Ini saya lakukan karena pakaian hasil pencarian cakar sudah menumpuk di lemari.
Film
Waktu kecil saat di rumah berada di depan TV adalah salah satu hal yang paling senangi. Terutama pada hari sabtu dan minggu karena banyak kartun yang disiarkan oleh TV nasional. Hal itu membuat saya malas keluar rumah, seakan-akan ada larangan dalam diri untuk tidak keluar rumah karena tidak mau melewatkan film kartun yang ada di TV. Lewat Kakak juga saya mengetahui film-film dan acara TV, kebetulan di rumah memakai TV kabel. Hampir semua film luar saya ikut nonton bersama Kakak. Acara seperti Top Gear di BBC, Auction Hunters di Discovery Channel, Pawn Stars dan The Pickers yang disiarkan oleh History, lanjut lagi serial The Walking Dead yang kami nonton season pertamanya di HBO.
Pernah suatu hari Kakak menonton sebuah film yang penggalan lirik dari soundtracknya samar-samar dalam ingatan saya. Penggalan liriknya kurang lebih “ground control to major tom”. Saya kemudian memutuskan pergi ke warnet untuk mencari tahu lagu dan filmnya. Saya menemukan ternyata soundtrack film itu merupakan lagu yang dicover dari lagu Space Oddity oleh David Bowie yang kemudian menjadi idola baru bagi saya. Film tersebut berjudul The Secret Life of Walter Mitty. Selain menonton dari TV kabel, saya dan teman sekitar rumah sering mencari kaset-kaset film di MTC (Makassar Trade Center) dan Karebosi Link untuk ditonton bersama di rumah.
Hal-hal kecil seperti itulah yang kemudian mendorong saya sampai sekarang menyukai musik dan film. Dari kedua hal tersebut saya mendapat inspirasi tentang cara berpakaian band/musisi. Beberapa teman yang menyukai musik tertentu juga mengikuti cara berpakaian band/musisi yang dia dengarkan, sama seperti saya. Belakangan Film yang saya tonton juga sering menjadi sumber informasi fesyen bagi saya. Apalagi jika pakaian cakar yang saya temukan setidaknya mirip dengan yang dikenakan dalam film-film Classic Hollywood yang saya sukai.
Fesyen menurut saya sangat penting karena umumnya lewat penampilan kita dinilai pertama kali. Contohnya Ketika saya melihat seseorang dengan rambut pelontos, kemeja kotak-kotak, aksesoris bretel, celana jeans dan sepatu Dr. Martens (docmart), saya bisa menduga dia terpengaruh aliran Skinhead. Mungkin saja dia mendengarkan musik Ska. Setelah ngobrol dan berteman dengan anak Skindhead saya bisa mengetahui bahwa mereka mendapatkan pakaian tersebut dari cakar. Misalnya sepatu docmart yang dipakai teman dibelinya dari cakar seharga Rp300.000 sedangkan jika membelinya di toko harganya bisa sampai jutaan rupiah. Memang Jika dibandingkan dengan harga pakaian di toko harganya jauh berbeda. Misalnya juga saya biasa membeli celana cakar dengan harga Rp20.000, sedangkan di toko bisa sampai ratusan ribu. Jika beruntung kita bisa mendapatkan cakar dengan kualitas baik dan langka. Perkembangan teknologi membuat cakar semakin mudah diakses melalui media sosial. Bahkan saat ini kita bisa memesan langsung dari luar negeri. Dalam perburuan cakar lebih mudah mendapatkan barang langka dengan cara tersebut dibanding berburu ke pasar. Namun jika ke pasar ada banyak model pilihan pakaian yang tidak terduga kita dapatkan. Seperti jaket ski 80-an yang warnanya mencolok dan membuat saya tertarik untuk membelinya
Saya berpikir cakar telah menjadi alternatif fesyen anak muda sekarang. Kita tahu dimana harga cakar yang sangat ekonomis membuatnya digemari. Mencari pakaian bekas telah menjadi aktivitas yang mengasikkan, keberuntungan sangat berarti dalam perburuan cakar. Ada banyak barang-barang yang tidak terduga bisa saja muncul, misalnya kita bisa mendapatkan pakaian yang telah berusia 20 tahun dan sudah tidak diproduksi kembali. Ditambah kondisi yang baik itu menjadi kepuasan tersendiri. Selain itu cakar juga bermanfaat untuk lingkungan, mengurangi jumlah sampah pakaian dan menghambat kecepatan fast fashion. Seiring hadirnya tren cakar ini saya menduga estetika fesyen telah ikut bergeser. Dimana sebelumnya dengan fesyen baru, rapih, dan bersih itu terlihat estetik. Saat ini pakaian kotor, robek dan berlubang tetap terlihat fashionable (Faded and Thrashed), tren ini telah dipakai oleh paraselebritis dunia seperti Justin Bieber, Kanye West, Travis Scott dan banyak lagi telah menambah kepopuleran tren tersebut.
Fesyen tahun 80-an menurut saya sangat variatif, unik, dan mempunyai warna sendiri dimana jika dipakai sekarang akan tampak berlebihan. Selain itu musik yang saya suka dengarkan adalah Pop kreatif 80-an karena bagi saya bunyi-bunyiannya juga beragam dan membuat perasaan selalu gembira jika medengarnya. Media penyebaran musik di era tersebut menggunakan Radio Boombox dan Walkman yang popular. Sedangkan di film bisa diketahui bioskop sangat berjaya di tahun 80-an. Ada belasan bioskop lokal yang berdiri di Makassar diantaranya Makassar Theatre yang konon harga tiketnya termahal saat itu, Benteng Theatre yang memutar film Hollywood, Bioskop Ratu yang biasa menayangkan film China, Jepang dan Hollywood. Film-film nasional juga berjaya seperti Gejolak Kawula Muda (1985), Catatan Si Boy (1987), Lupus (1987) dan tentu saja Warkop DKI.
Dari hasil wawancara saya bersama Opa ferial. Beliau adalah orang yang mengalami langsung budaya populer tahun 1980-an. Dalam musik kata Opa, yang populer tahun 80-an antara lain musik cengeng[5], pop kreatif, jazz dan rock. Musik-musik ini disebarkan melalui kaset pita. Sedangkan dalam film, menonton di bioskop adalah media hiburan yang paling digemari masyarakat. Pada masa itu ada banyak bioskop yang berdiri sendiri di kota Makassar.
Hal-hal seperti itu yang mungkin membuat saya menyukai musik, film, fesyen yang lawas dan ditambah lagi rasa penasaran yang tinggi sehingga membuat saya seperti ini. Semuanya dimulai dari rumah, lingkungan sekitar rumah dan teman.
Muh. Ilham Darwis, seniman
[1] Kompleks Ikatan Dokter Indonesia pertama di Makassar. Tepatnya saat ini berada di jalan Dr Laimena, Tello Baru.
[2] Playlist warnet biasanya berisikan band-band yang sering tampil di acara TV nasional seperti Dahsyat di RCTI dan Inbox di SCTV.
[3] Cakar atau cap karung merupakan istilah yang populer digunakan di Sulawesi Selatan oleh pembeli pakaian bekas impor. Pakaian ini dikirim dari luar negeri menggunakan karung (Bal).
[4] Pasar terong menjadi muara pertemuan aliran komiditas dari 11 provinsi di Indonesia. Tidak kurang sejuta petani yang ada di jazirah Sulawesi Selatan mengrim beragam bahan pokok ke sana. Sepuluh ribuan pedagang dan pekerja di dalam pasar di jalan terong itu bekerja dari pukul 03:00 hingga 18:00 Wita setiap hari, Menyalurkan komoditas-komoditas tadi menuju 18 provinsi dan negara seperti China dan Timor Leste, serta tentu juga berkaitan dengan menu yang tersaji di meja makan kita. Lihat buku Dunia Dalam Kota, Penerbit Ininawa, 2013.
[5] Lagu-lagu cinta yang bertemakan patah hati. Pernah sempat dilarang pada tahun 1988, di masa pemerintahan Harmoko sebagai Menteri penerangan. Harmoko menganggap lagu cengeng “melumpuhkan semangat” baik dalam hidup dan bekerja.